Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak. Pemerolehan bahasa adalah proses yang digunakan oleh anak-anak dalam memiliki kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, yang berlangsung secara alami, dalam situasi non formal, spontan, dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak. Pemerolehan bahasa juga dapat terjadi secara serempak dua bahasa dan secara berurutan. Pemerolehan secara serempak dua bahasa terjadi pada anak yang dibesarkan dalam masyarakat bilingual (menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi) atau dalam masyarakat multilingual (menggunakan lebih dari dua bahasa). Sedangkan pemerolehan berturut dua bahasa terjadi bila anak menguasai dua bahasa dalam rentang waktu yang relatif berjauhan.
Strategi anak memperoleh bahasa melalui: (a) Peniruan, (b) Pengalaman lansung; (c) Mengingat; (d) Bermain, dan (e) Penyederhanaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak yaitu: 1) Faktor biologis; 2) Faktor lingkungan sosial; 3) Faktor intelegensi; 4) Faktor motivasi
Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap.
Kemajuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya. Perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks.
Tahapan perkembangan bahasa anak menurut Tarigan dapat dibagi atas: 1) Tahap pralinguistik; 2) Tahap satu-kata;3) Tahap dua kata; 4) Tahap banyak kata. Fase/tahap perkembangan bahasa menurut Ross dan Roe adalah: 1) Fase fonologis;2) Fase sintaktik; dan 3) Fase semantik Seiring dengan perkembangan bahasa, berkembang pula penguasaan anak-anak atas sistem bahasa yang dipelajarinya. Sistem bahasa itu terdiri atas subsistem, yaitu: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Bahasa
Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang bersifat aksiomatik mengenai hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan belajar bahasa yang digunakan sebagai landasan dalam merancang, melakukan, dan menilai proses belajar-mengajar bahasa. Pendekatan-pendekatan yang pernah digunakan dalam pengajaran Bahasa Indonesia adalah: pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan keterampilan proses, whole language, pendekatan terpadu, kontekstual, dan komunikatif. Keterampilan proses adalah keterampilan yang dikembangkan guru menjadi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik, yaitu kegiatan: (1) mengamati, (2) menggolongkan; (3) menafsirkan, (4) menerapkan; dan (5) mengkomunikasikan.
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham kontruktivistik. Dalam whole language bahasa diajarkan secara utuh, tidak terpisah-pisah; menyimak, wicara, membaca, dan menulis diajarkan secara terpadu (integrated) sehingga siswa dapat melihat bahasa sebagai suatu kesatuan. Dalam menerapkan whole language guru harus memahami dulu komponen-komponen whole language agar pembelajaran dapat dilaksanakan secara maksimal. Komponen whole language adalah reading aloud, journal writing, sustained silent reading, shared reading, guided reading, guided writing, independent reading, dan independent writing.
Kelas yang menerapkan whole language merupakan kelas yang kaya dengan barang cetak seperti buku, koran, majalah, dan buku petunjuk. Di samping itu, kelas whole language dibagi-bagi dalam sudut yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara individu di sudut-sudut tersebut. Selanjutnya, kelas whole language menerapkan penilaian yang menggunakan portofolio dengan kehidupan nyata yang terjadi di lingkungan peserta didik.
Komponen utama dalam pembelajaran menurut pendekatan kontekstual adalah: (1) konstruktivisme, (2) bertanya, (3) menemukan, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) asesmen autentik. Berdasarkan komponen utama inilah penerapan pembelajaran dilaksanakan di kelas.
Konsep komunikatif meliputi kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, kewacanaan, dan strategi. Kompetensi gramatikal mengacu pada kemampuan seseorang terhadap kaidah-kaidah bahasa. Kompetensi sosiolinguistik mencakup kemampuan pemahaman terhadap penutur, isi pesan komunikasi, alat penyampai, tujuan, mitra bicara. Kompetensi kewacanaan berkaitan dengan penguasaan seseorang terhadap aspek tuturan yang berupa kalimat paragraf, dan wacana. Kompetensi strategi mencakup kemampuan seseorang mengelola informasi menjadi sebuah wacana.
Kegiatan komunikasi yang disajikan hendaknya yang betul-betul diperlukan peserta didik. Untuk mendorong peserta didik mau belajar hendaknya guru memberikan kegiatan belajar yang bermakna. Peran guru adalah sebagai pengorganisasi, pembimbing, peneliti, dan pembelajar. Materi pembelajaran hendaknya dapat memungkinkan diterapkannya metode permainan, simulasi, bermain drama, dan komunikasi pasangan. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menerapkan metode tersebut adalah teknik drama.
Materi pembelajran bahasa berperan menunjukkan komunikasi peserta didik secara aktif. Penekanan komunikatif adalah penyajian materi dan kegiatan pembelajaran berorientasi pada peserta didik. Pembelajaran lebih difokuskan pada penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Pelaksanaannya di kelas keempat aspek keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis mendapat perhatian yang serius.
Selain pendekatan di atas masih ada pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia yang lain, di antaranya adalah pendekatan spiral, pendekatan quantum, pendekatan kooperatif, dan sebagainya. Sajian pertama pada awal-awal anak memasuki lingkungan sekolah adalah program MMP (Membaca Menulis Permulaan). Dalam pelaksanaannya di dalam kelas dikenal bermacam-macam metode pembelajaran MMP, yakni metode eja, metode suku kata, metode kata lembaga, metode global, dan metode SAS.
Pembelajaran MMP dengan metode eja dimulai dengan pengenalan unsur bahasa terkecil yang membedakan makna, yakni huruf. Berbekal pengetahuan tentang huruf-huruf tersebut, kemudian pembelajaran MMP bergerak menuju satuan-satuan bahasa di atasnya, yakni suku kata, kata dan akhirnya kalimat. Perbedaan dari kedua metode ini terletak pada cara pelafalan abjadnya.
Metode suku kata dan metode kata memulai pembelajaran MMP dari suku-suku kata (metode suku kata) dan dari kata (metode kata). Proses pembelajaran melalui kedua metode ini dilaksanakan dengan teknik mengupas dan teknik merangkai.
Metode global dan metode SAS memiliki kesamaan dalam hal pengambilan titik tolak pembelajaran MMP. Proses pembelajaran dimaksud diawali dengan memperkenalkan struktur kalimat sebagai dasar bagi pembelajaran MMP. Perbedaannya proses pembelajaran MMP dengan metode global tidak disertai dengan proses sintesis, sedangkan SAS menuntut proses analisis dan proses sintesis. Pengembangan metode SAS dilandasi oleh filsafat strukturalisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar