Perkembangan corak kehidupan masyarakat purba pada masa pra-aksara dapat dilihat dari cara mereka memenuhi kebutuhan pokok dan alat-alat yang dibuat dan digunakannya. Sejarawan Sartono Kartodirdjo dan Nugroho Notosusanto membagi zaman praaksara menjadi empat tahapan.
1. Masa Hidup Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Pada zaman Palaeolithikum, kira-kira 2 juta tahun lalu, manusia purba hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain (Nomaden). Mereka berpindah-pindah mencari daerah yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketergantungan hidup pada alam merupakan pokok kehidupan manusia purba zaman itu. Mereka berburu hewan liar dan mengumpulkan bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan. Pola ini disebut sebagai food gathering. Untuk berburu dan mengumpulkan bahan makanan mereka menggunakan alat-alat sederhana, apa adanya yang tersedia di alam sekitar mereka.
Ada beberapa alat-alat dari batu yang ditemukan di wilayah Indonesia, seperti kapak
perimbas, kapak penatah, dan kapak genggam. Batu-batu serpih yang terbuat dari pecahan batu digunakan sebagai pisau atau alat pemotong, juga sebagai mata panah atau tombak. Alat-alat dari batu banyak ditemukan di daerah Pacitan dan Sangiran, Jawa Timur.
Alat-alat dari tulang dan tanduk juga ditemukan di daerah Ngandong, Jawa Timur. Digunakan sebagai ujung tombak dan alat untuk mencungkil atau menggali umbi-umbian dari dalam tanah. Jenis manusia yang hidup pada berburu dan mengumpulkan makanan ini, adalah Meganthropus Palaejavanicus, Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus
Erectus, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
Masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan terus berlanjut pada zaman Mesolitihikum. Kehidupan semi nomaden. Artinya ada yang tinggal menetap, tetapi masih ada yang berpindah-pindah. Mereka memilih tempat di gua/ceruk, tepi pantai, atau tepi sungai. Masa mesolithikum berlangsung selama kurang lebih 20.000 tahun silam.
1. Masa Hidup Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Pada zaman Palaeolithikum, kira-kira 2 juta tahun lalu, manusia purba hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain (Nomaden). Mereka berpindah-pindah mencari daerah yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketergantungan hidup pada alam merupakan pokok kehidupan manusia purba zaman itu. Mereka berburu hewan liar dan mengumpulkan bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan. Pola ini disebut sebagai food gathering. Untuk berburu dan mengumpulkan bahan makanan mereka menggunakan alat-alat sederhana, apa adanya yang tersedia di alam sekitar mereka.
Ada beberapa alat-alat dari batu yang ditemukan di wilayah Indonesia, seperti kapak
perimbas, kapak penatah, dan kapak genggam. Batu-batu serpih yang terbuat dari pecahan batu digunakan sebagai pisau atau alat pemotong, juga sebagai mata panah atau tombak. Alat-alat dari batu banyak ditemukan di daerah Pacitan dan Sangiran, Jawa Timur.
Alat-alat dari tulang dan tanduk juga ditemukan di daerah Ngandong, Jawa Timur. Digunakan sebagai ujung tombak dan alat untuk mencungkil atau menggali umbi-umbian dari dalam tanah. Jenis manusia yang hidup pada berburu dan mengumpulkan makanan ini, adalah Meganthropus Palaejavanicus, Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus
Erectus, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
Masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan terus berlanjut pada zaman Mesolitihikum. Kehidupan semi nomaden. Artinya ada yang tinggal menetap, tetapi masih ada yang berpindah-pindah. Mereka memilih tempat di gua/ceruk, tepi pantai, atau tepi sungai. Masa mesolithikum berlangsung selama kurang lebih 20.000 tahun silam.
Masa Hidup Berburu dan Mengumpulkan Makanan | |||
Zaman | Hasil-hasil Kebudayaan | Cara Hidup dan Kemampuan membuat alat | Jenis Manusia Pendukung |
Palaeolithikum | Budaya Pacitan – Kapak Penetak - Kapak Perimbas Budaya Ngandong – alat-alat tulang dan tanduk – alat-alat yang terbuat dari batu-batu kecil. | – masa food gathering tahap awal (berburu, menangkap ikan, mengumpulkan keladi, ubi, dan buahbuahan hutan - nomaden (berpindah-pindah) | - Meganthropus Palaeojavanicus – Pithecanthropus Erectus – Pithecanthropus Robustus – Pithecanthropus Mojokertensis – Homo Soloensis – Homo Wajakensis |
Mesolitihikum | Budaya BasconHoabind – kapak Sumatera – kapak genggam – alat-alat terbuat dari tulang – kapak pendek – batu serpih | – masa food gathering tingkat lanjut- – semi nomaden – abris sous soche – kjokkenmoddinger | Papua Melanesoide – Suku Papua – Suku Sakai (Siak) |
Manusia purba Indonesia sudah memasuki masa bercocok tanam sekitar 4.000 tahun
sebelum Masehi. Terbukti dengan adanya penemuan gambar tanaman padi di Gua Ulu (Leang) Sulawesi Selatan. Menurut ahli arkeologi Indonesia, Prof. Dr. R. Soekmono, perubahan dari food gathering ke food producing. merupakan satu revolusi dalam perkembangan zaman praaksara Indonesia. Disebut revolusi karena terjadi perubahan yang
sebelum Masehi. Terbukti dengan adanya penemuan gambar tanaman padi di Gua Ulu (Leang) Sulawesi Selatan. Menurut ahli arkeologi Indonesia, Prof. Dr. R. Soekmono, perubahan dari food gathering ke food producing. merupakan satu revolusi dalam perkembangan zaman praaksara Indonesia. Disebut revolusi karena terjadi perubahan yang
cukup mendasar dari tradisi mengumpulkan makanan dan berburu menjadi bercocok tanam. Oleh karena itu, zaman bercocok tanam dianggap sebagai dasar peradaban Indonesia sekarang.
Dalam hal kepercayaan mereka melakukan pemujaan kepada arwah nenek moyang yang dianggap sangat mempengaruhi kehidupan mereka (animisme) dan mempercayai kepada benda-benda alam yang dianggap memiliki kekuatan (dinamisme).
Manusia purba pada masa bercocok tanam menciptakan alat-alat sederhana untuk menunjang kegiatan bercocok tanam, teknik pembuatannnya lebih maju, kapak itu bentuknya sudah halus, diupam (diasah), seperti kapak persegi atau beliung persegi. Terbuat dari batu berbentuk persegi, gunanya untuk menggarap ladang. Adanya juga Kapak Lonjong, terbuat dari batu kali yang berwarna kehitam-hitaman. Umumnya jenis kapak ini digunakan sebagai pacul atau sebagai kapak biasa. Dua jenis kapak ini banyak ditemukan di Indonesia. Tradisi bercocok tanam berlangsung hingga zaman logam dan zaman megalithikum dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia.
Masa Bercocok Tanam dan Beternak | |||
Zaman | Hasil-hasil Kebudayaan | Cara Hidup dan Kemampuan membuat alat | Jenis Manusia Pendukung |
Neolithikum | – Kapak lonjong – Kapak persegi – Kapak bahu – Tembikar/gerabah – Perhiasan | – Food producing – Tempat tinggal menetap – Bercocok tanam – Beternak | Proto Melayu (2000 SM) – Suku Nias – Suku Toraja – Suku Sasak – Suku Dayak |
3. Masa Megalithikum (Masa Kebudayaan Batu Besar)
Adanya kebudayaan megalithik terungkap dari penemuan bangunan-bangunan yang dibuat
dari batu besar. Bahan-bahan bangunan megalithik kerap kali harus didatangkan dari tempat lain sebelum didirikan di suatu tempat yang terpilih. Dalam kenyataannya, bangunan megalithik memang didirikan demi kepentingan seluruh masyarakat yang membangunnya. Bangunan ini didirikan untuk kepentingan penghormatan dan pemujaan roh nenek moyang. Dengan demikian, pendirian bangunan megalitihik berkaitan erat dengan kepercayaan yang dianut masyarakat pada masa itu.
dari batu besar. Bahan-bahan bangunan megalithik kerap kali harus didatangkan dari tempat lain sebelum didirikan di suatu tempat yang terpilih. Dalam kenyataannya, bangunan megalithik memang didirikan demi kepentingan seluruh masyarakat yang membangunnya. Bangunan ini didirikan untuk kepentingan penghormatan dan pemujaan roh nenek moyang. Dengan demikian, pendirian bangunan megalitihik berkaitan erat dengan kepercayaan yang dianut masyarakat pada masa itu.
Bangunan megalithik tersebar di seluruh Indonesia. Ada yang dibangun secara berkelompok dan ada yang berdiri sendiri. Kehidupan menetap yang telah dijalani menimbulkan ikatan-ikatan antara manusia dengan alam semestanya. Oleh karena itu, nenek moyang kita mempunyai kepercayaan yang berkaitan dengan alam sekitarnya.
Masa Megalithikum | |||
Zaman | Hasil-hasil Kebudayaan | Cara Hidup dan Kemampuan membuat alat | Jenis Manusia Pendukung |
Megalithikum | Kebudayaan Dongson - menhir - dolmen - sarkopagus - waruga - manik-manik - kubur batu - pundek berundak-undak – arca | – Food producing – Tempat tinggal menetap – Bercocok tanam – Beternak – Nelayan – Membuat alat-alat dari gerabah – Rumah panggung | Proto Melayu (2000 SM) – Suku Nias – Suku Dayak – Suku Sasak – Suku Toraja |
4. Masa Zaman Logam
Zaman logam adalah zaman dimana manusia sudah mengenal teknologi pertukangan secara
sederhana. Pada masa ini manusia mulai mengenal logam perunggu dan besi. Pengolahan logam memerlukan suatu tempat dan keahlian khusus. Tempat untuk mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang ahli mengerjakan pertukangan logam disebut undagi. Maka zaman logam disebut juga zaman perundagian.
sederhana. Pada masa ini manusia mulai mengenal logam perunggu dan besi. Pengolahan logam memerlukan suatu tempat dan keahlian khusus. Tempat untuk mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang ahli mengerjakan pertukangan logam disebut undagi. Maka zaman logam disebut juga zaman perundagian.
Pada masa ini nenek moyang bangsa Indonesia telah pandai membuat barang-barang penunjang kehidupan dari logam. Di Indonesia logam yang digunakan adalah perunggu dan besi. Maka muncul daerah-daerah produsen barang, yang kemudian ditukarkan dengan barang kebutuhan lain, sehingga terjadilah barter. Kebutuhan barang makin meningkat memunculkan daerah konsumen, sehingga terjadilah perdagangan antar daerah. Kebudayaan zaman logam terus berkembang hingga munculnya kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Masa Zaman Logam | |||
Zaman | Hasil-hasil Kebudayaan | Cara Hidup dan Kemampuan membuat alat | Jenis Manusia Pendukung |
Logam/ Perunggu | - Barang-barang perhiasan - Manik-manik - Bejana perunggu - Candrasa - Moko – Kapak corong (budaya Dongson) | Masa Perundagian – Mengenal teknologi pertukangan. – Muncul daerah produsen dan daerah konsumen. – Timbul perdagangan barter. | Deutro Melayu Yang masuk ke Indonesia tahun 300 SM. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar