Banyaknya mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda, maka terbentuklah suatu kelompok pelajar di Negeri Belanda yang bernama Indische Vereeniging (IV) yang berdiri tahun 1908. Waktu pendiriannya hampir bersamaan dengan berdirinya Budi Utomo. Pada awalnya, IV hanya bermaksud untuk perkumpulan sosial dengan bahasan kondisi tanah air yang menjadi obrolan pada waktu senggang. Ketika tokoh Indische Partij datang, perkembangannya berubah ke arah politik dan semakin bertambah pesat. Akhirnya, mereka menerbitkan sebuah majalah Hindia Putra oleh Suwardi Suryaningrat pada tahun 1916. Pada tahun 1917, IV bergabung dengan Chung Hwa Hui (Organisasi Mahasiswa Indonesia Cina) yang semakin mendukung untuk kemajuan mereka memikirkan masalah masa depan bangsa Indonesia.
Perkembangan Organisasi Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda
Jumlah mahasiswa Indonesia yang ada di Negeri Belanda semakin meningkat setelah terjadinya Perang Dunia I. Adapun di antara sekian banyak mahasiswa Indonesia ialah Sutomo, Hatta, Ali Sostroamidjojo, Iwa Kusumasomantri, Iskak, dan Budiardjo, yang kemudian mereka membentuk komunitas kecil yang anggotanya hanya terdiri atas 38 orang. Berkat pengalaman di Indonesia mengurus organisasi, mereka memantapkan lagi kegiatan untuk ikut aktif dalam kegiatan politik di negeri Belanda. Tapi sejak Januari 1925 organisasi ini sudah resmi menjadi organisasi politik di Negeri Belanda, dan pada rapat 3 Februari 1925 nama Perhimpunan Indonesia sudah mulai dipakai.
Perhimpunan Indonesia dan Ideologi Nasional
Dengan mengikuti perkumpulan pemuda di Negeri Belanda, pemuda-pemuda Indonesia
menyadari akan dirinya sebagai elit politik baru yang memiliki tugas untuk membebaskan bangsanya dari tangan penjajah. Mereka selalu mengembangkan persepsi yang kuat terhadap tanah airnya. Untuk mempersiapkan perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, para pemimpin organisasi seperti Bung Hatta dan rekan-rekannya terpaksa harus mengembangkan suatu ideologi nasionalis baru yang bebas dari batasan agama, maupun sifat sosialis komunis. Sehingga mereka berpikir selain menentang penjajah, mereka juga harus berjuang melawan penduduk pribumi yang tidak seideologi.
Perhimpunan Indonesia dan Ideologi Nasional
Dengan mengikuti perkumpulan pemuda di Negeri Belanda, pemuda-pemuda Indonesia
menyadari akan dirinya sebagai elit politik baru yang memiliki tugas untuk membebaskan bangsanya dari tangan penjajah. Mereka selalu mengembangkan persepsi yang kuat terhadap tanah airnya. Untuk mempersiapkan perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, para pemimpin organisasi seperti Bung Hatta dan rekan-rekannya terpaksa harus mengembangkan suatu ideologi nasionalis baru yang bebas dari batasan agama, maupun sifat sosialis komunis. Sehingga mereka berpikir selain menentang penjajah, mereka juga harus berjuang melawan penduduk pribumi yang tidak seideologi.
Terdapat empat pikiran pokok yang harus dikembangkan dalam Perhimpunan Indonesia saat itu, yaitu:
- Kesatuan nasional, sehingga untuk bersatu diperlukan kesepakatan tidak memandang adanya perbedaan yang sifatnya kecil;
- Solidaritas, menyadari kepentingan bersama sehingga tidak mem pertajam konflik;
- Nonkoperasi, artinya kemerdekaan tidak diberikan secara cuma-cuma melainkan harus direbut oleh bangsa Indonesia dengan mengandalkan kemampuan sendiri; dan
- Swadaya, artinya adanya keperluan menolong diri sendiri dengan mengandalkan diri sendiri, untuk mengembangkan alternatif struktur nasional supaya mendapatkan kedudukan sejajar dengan pemerintah kolonial.
Pada akhirnya, gerakan Perhimpunan Indonesia semakin memfokuskan ke giatannya dalam bidang politik yang memikirkan upaya untuk menentukan nasib dirinya sendiri apalagi ketika Woodrow Wilson (Presiden Amerika) memberikan tekanan pada doktrin hak menentukan nasib sendiri (The Right Selfdetermination) dalam perjanjian Versailles (1918).
Perhimpunan Indonesia dan Kegiatan Politiknya
Perhimpunan Indonesia yang di dalamnya adalah para mahasiswa ternyata cenderung lebih memilih untuk terjun ke bidang politik. Mereka berkeinginan setelah menyelesaikan studi nya akan bergabung dengan beberapa partai politik yang sudah terbentuk di Indonesia. Supaya partai-partai politik yang diikutinya dapat menerima paham-paham yang dibawa oleh Perhimpunan Indonesia.
Tetapi karena berbagai situasi tertentu, ternyata banyak di antara mereka yang sudah pulang ke Indonesia tidak aktif dalam kegiatan politik. Melainkan mengembangkan profesinya sendiri dengan organisasi-organisasi di luar politik. Namun, upaya untuk memasukkan paham Perhimpunan Indonesia yang bersifat nasionalis tetap menggebu pada diri mereka, terutama Mohammad Hatta. Akhirnya, Hatta mengusulkan untuk dibentuknya perkumpulan berupa partai politik dengan nama Nasionalis Indonesische Volks Partij (Partai Rakyat Nasional Indonesia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar