Selain perjuangan-perjuangan yang terjadi di beberapa daerah, pada abad ke-19 timbul semangat nasionalisme yang saat itu berkembang di beberapa negara jajahan. Nasionalisme yang terjadi pada saat penjajahan, menimbulkan berbagai kekerasan dalam bentuk perang untuk menentang penjajah. Sehingga beberapa daerah di Indonesia yang dipimpin oleh tokoh-tokohnya satu per satu melakukan perlawanan. Karena itu, atas jasa-jasanya kita perlu menghormati dan mengenangnya. Mereka itu adalah pejuang tangguh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.
1. Lahirnya Nasionalisme di Beberapa Negara Asia-Afrika
Nasionalisme yang terjadi di Indonesia sebelumnya diawali dengan terjadinya nasionalisme bangsa-bangsa di Asia-Afrika. Seperti nasionalisme Jepang, Cina, India, Filipina, dan Mesir, yang pada intinya rasa nasionalime itu muncul dengan faktorfaktor sebagai berikut.
- Kenangan kejayaan bangsa-bangsa Asia-Afrika pada masa lampau, seperti kita ketahui bahwa hampir semua wilayah di Asia dan Afrika yang terjajah saat itu adalah pusat peradaban tua di dunia.
- Adanya penderitaan akibat penjajahan yang kejam.
- Munculnya golongan terpelajar atau cendikiawan yang secara langsung atau tidak langsung ternyata memperoleh pendidikan dalam berbagai bidang dari para penjajah, termasuk pendidikan politik.
- Pengaruh dari perang di Asia yang dimenangkan oleh Jepang atas Rusia tahun 1905.
- Kemajuan dalam bidang politik, seperti munculnya kelompok- kelompok partai politik, bidang ekonomi dan sosial budaya yang semakin banyak mengetahui adanya persamaan derajat dan martabat umat manusia di seluruh dunia.
Gerakan nasionalisme Asia-Afrika ini merupakan reaksi terhadap kaum imperialisme barat, yang terbagi atas dua macam gerakan reaksi, yaitu:
- Zelotisme, yaitu reaksi atau sikap menutup pintu wilayah mereka dari kekuasaan asing. Atau dengan kata lain dikenal dengan isolasi dan perlawanan pasif.
- Herodianisme, yaitu reaksi dengan taktis yang cerdik dengan cara mengikuti dan menyadap informasi sebagai pengetahuan sebagai bekal untuk menindas para penjajah.
Gerakan nasionalisme bangsa-bangsa Asia-Afrika sangat berpengaruh terhadap pergerakan nasionalisme Indonesia. Belanda hanya memerhatikan kepentingan bangsanya sendiri dan mengeruk keuntungan dari wilayah Indonesia. Untuk menambah keyakinan dan kepastian bahwa masyarakat Indonesia berjuang keras menentang penjajah keadaan seperti itu boleh dikatakan sebagai Kebangkitan Nasional, artinya bangunnya seluruh kemampuan bangsa Indonesia untuk merdeka, dengan beberapa alasan utama sebagai berikut.
- Penindasan yang dilakukan oleh penjajah Belanda, seperti diperlakukannya program tanam paksa yang banyak merugikan para petani dan pemilik lahan.
- Adanya pendidikan luar negeri yang diterima oleh sebagian bangsa Indonesia, baik yang belajar dari negeri barat maupun negeri timur. Adapun jenis-jenis sekolah yang berperan dalam perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia saat penjajahan Belanda antara lain: 1) ELS (Europeesch Lagere School) atau HIS (HollandschIndische School) selama waktu 7 tahun sebagai pendidikan tingkat dasar, 2) Sekolah Lanjutan HBS (Hogere Burger School) dan AMS (Algmenene Middelbare School) yang sekarang setingkatSMA, 3) Sekolah Bumi Putera (Inlandsche School) yang bahasa pengantarnya adalah bahasa daerah, 4) Sekolah Desa (Volksch School), 5) Sekolah Desa Lanjutan (Vervolksch School), 6) MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau setingkat SMP, dan 7) Stovia (School Toot Opleiding van Inlandsche Artsen) yaitu sekolah Dokter Jawa yang lamanya 7 tahun kelanjutan dari MULO.
- Munculnya gerakan Islam modern, yang dapat ber fungsi sebagai pemersatu bangas Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dan mereka tidak setuju dengan semua kebijakan Belanda yang jauh dari aturan kehidupan Islam.
- Dominasi ekonomi kaum Timur Asing terutama Cina, yang saat itu oleh Belanda diberi keleluasaan dalam menguasai bidang perdagangan.
- Perkembangan media pers sebagai alat komunikasi.
- Diberlakukannya politik Etis yang merupakan politik balas jasa dari Belanda kepada Indonesia yang dicetus kan oleh Van de Venter, isinya dikenal dengan Trias Vandeventer yaitu irigasi, migrasi dan edukasi.
- Ketidakpuasan dengan dibentuknya suatu sistem kehidupan diskriminasi. Bangsa Indonesia sebagai pribumi diposisikan sebagai golongan kelas tiga paling bawah setelah orang Eropa dan Timur Asing.
- Nasionalisme sosial dan kebudayaan (1900–1912), di orientasikan pada perbaikan dan perkembangan sistem kehidupan masyarakat pribumi.
- Nasionalisme politik (1912–1921), mengarahkan pen duduk Indonesia untuk mengerti akan politik dan saat itu banyak didirikan partai politik.
- Nasionalisme militan (1921–1926), diketengahkan setelah bangsa Indonesia mengerti politik dan per juangan organisasinya yang dilandasi dengan semangat militansi yang tinggi.
- Nasionalisme politik radikal (1926–1933), menyadar kan segala macam aktivitas partai politik dan organisasi yang berkembang dengan sifat non kooperatif.
- Nasionalisme moderat (1933–1941), dikembang kannya sikap kebijakan partai untuk mengambil keputusan yang matang.
- Nasionalisme pendudukan Jepang (1942–1945), merupa kan tindakan terakhir yang membawa dampak terhadap kemerdekaan Indonesia.
Munculnya organisasi-organisasi yang membawa pada pergerakan nasionalisme Indonesia latar belakangnya ternyata terlahir dari berbagai golongan.
a. Budi Utomo
Latar belakang munculnya organisasi Budi Utomo karena adanya kondisi kehidupan yang sangat memprihatinkan. Namun sejak diberlakukannya politik etis, ternyata mendatangkan dampak positif terhadap perkembangan pendidikan penduduk pribumi. Hanya di lain pihak para pelajar Indonesia ini mengalami kesulitan dalam memperoleh dana. Hal ini mengundang keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk berusaha mengumpulkan dana dengan melakukan propaganda keliling Pulau Jawa. Ide itu lalu diterima oleh dr. Sutomo yang saat itu sedang belajar di Stovia. Akhirnya, pada 20 Mei 1908, Sutomo dan rekan-rekannya berhasil mendirikan sebuah organisasi di Jakarta yang bernama Budi Utomo. Sehingga sampai sekarang tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Sutomo dan kawan-kawan memperkenalkan cara-cara organisasi modern yang mengarah kepada kesadaran pribumi untuk memegang teguh paham dan ideologinya. Dari sanalah muncul perubahan-perubahan sosial dan politik pada masyarakat pribumi. Kemunculan organisasi Budi Utomo mengakibatkan tanggapan dan reaksi dari Belanda. Menurut sebagian golongan, Budi Utomo merupakan gerakan renaissance budaya Indonesia. Golongan terutama kaum priyayi dengan kelas sosial yang tinggi kurang setuju dengan adanya Budi Utomo, karena mereka khawatir kehadirannya akan mengganggu dan mengubah status mereka saat itu. Akhirnya, golongan priayi ini (regent bond) membentuk organisasi di Semarang pada tahun yang sama dengan nama Setia Mulia. Tetapi beberapa kelompok lain seperti para bupati ternyata sangat mendukung kehadiran Budi Utomo.
Kongres Budi Utomo dilaksanakan pada 3-5 Oktober 1908. Dalam perjuangannya, Budi Utomo memiliki dua prinsip, yaitu prinsip yang diwakili oleh golongan muda yang cenderung menangani masalah politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, dan prinsip kedua yang diwakili oleh golongan tua dengan arahan dan perjuangan melalui sosial budaya.
b. Sarekat Islam
Pada awalnya, Sarekat Islam (SI) hanyalah sebuah perkumpulan para pedagang yang diberi nama Sarekat Dagang Islam yang dipelopori oleh K.H. Samanhudi, seorang pengusaha batik dari kampung Lawean (Kolo). Pada tahun 1912 Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam di bawah pimpinan H.U.S. Cokroaminoto dengan beranggotakan semua kalangan masyarakat yang beragam Islam. Kegiatan Sarekat Islam menjadi terfokus pada masalah-masalah keagamaan dengan segala bukti nyatanya. Namun, tujuan utama Sarekat Islam tetap yaitu mengembangkan ekonomi Islam seperti yang dikemukakan oleh Haji Umar Said Cokroaminoto pada rapat besar di kebun binatang Surabaya pada 26 Januari tahun 1913. Pemerintah Belanda merasa khawatir karena dianggapnya SI dapat membahayakan kedudukan pemerintah Belanda, apalagi setelah keanggotaan SI semakin luas dan besar serta berhasil mengadakan Kongres Nasional.
Kongres Nasional I diselenggarakan di Jakarta dengan dihadiri oleh 360.000 anggota dan masih H.U.S. Cokroaminoto yang terpilih sebagai pimpinan SI. Sebelum Kongres Nasional tahunan yang kedua (1917), muncul aliran revolusioner yang dipimpin oleh Samaun. Pada tahun 1918 dalam kongres ketiga pengaruh Samaun yang hanya sebagai Ketua SI Lokal Semarang semakin menjalar dalam organisasi SI secara keseluruhan (CSI = Central Sarekat Islam). Rupanya dengan hadirnya, aliran revolusioner merupakan awal perpecahan dalam organisasi SI.
Buktinya dalam kongres keempat tahun 1919, SI memerhatikan golongan buruh karena diduga untuk mempersiapkan kemajuan menurut anggapan mereka hancur perekonomian tidak semata-mata penjajah melainkan adanya kapitalis dari para pengusaha lokal juga, sehingga pengaruh komunis sudah semakin merasuk pada organisasi ini. Terbukti saat dilakukannya kongres kelima tahun 1921 SI terpecah menjadi dua kelompok, yaitu SI Putih di bawah pimpinan H.U.S. Cokroaminoto dan SI Merah dipimpin oleh Samaun yang akhirnya berkembang menjadi organisasi yang berhaluan komunis. Tahun 1933 Central Sarekat Islam berubah menjadi Parti Sarekat Islam yang kehidupan organisasinya semakin kompleks dan pada tahun 1927 PSI berubah kembali menjadi PSII Partai Sarekat Islam Indonesia.
c. Indische Partij
Organisasi politik Indische Partij ini didirikan oleh Ernest Eugene Francois Douwes Dekker
(Dr. Danudirja Setia Budhi), dr. Cipto Mangunkusumo , dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) yang dikenal dengan nama “Tiga Serangkai”, pada 25 Desember 1912 di Bandung. Perhimpunan ini termasuk organisasi yang memiliki keistimewaan, anggaran dasarnya dijadikan sebagai peletak dasar politik Indonesia sebagai organisasi campuran antara orang Indo dengan pribumi. Namun karena prinsipnya yang sangat radikal dalam mengiginkan Indonesia merdeka, maka pemerintah Belanda sangat menentang dan hati-hati untuk berhubungan dengan Indische Partij. Pada 4 Maret 1913 perhimpunan ini ditutup dan dianggap sebagai organisasi terlarang. Ketiga tokohnya diasingkan ke Belanda. Namun Cipto Mangunkusumo dikembalikan karena sakit, dan pada tahun 1919 Setia Budhi dan Suwardi Suryaningrat juga dikembalikan.
d. Muhamadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada 18 November 1912, di bawah pimpinan K.H. Ahmad Dahlan. Tujuan pendirian Muhamadiyah adalah sebagai tanggapan atas dasar saran Budi Utomo dengan maksud memberi pelajaran agama kepada anggotanya, sehingga kelompok Muhamadiyah di katakan sebagai organisasi agama yang modern. Pelaksanaan program kerjanya dimulai dengan mendirikan sekolah yang berlandaskan agama, panti asuhan, panti jompo dan fakir miskin serta balai pengobatan dan rumah sakit. Perkumpulan ini tetap berpusat di Yogyakarta.
Pada 20 Desember 1912, Muhamadiyah meng nginkan organisasinya memiliki badan hukum dan ternyata di kabulkan oleh gubernur jenderal yang memerintah pada saat itu, dengan dikeluarkannya Govermen Besluit (SK) nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914. Ternyata setelah Muhamadiyah berbadan hukum, perkumpulan sejenis muncul di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di sekitar pesantren-pesantren yang sering mengadakan perkumpulan (tablig). Atas persetujuan pemerintah Belanda, Muhamadiyah berhak mendirikan cabang di semua wilayah. Peranan Muhamadiyah sangat besar dalam mempersiapkan perlawanan terhadap dominasi asing.
e. Gerakan Pemuda Seluruh Indonesia
Titik api yang bersinar dari gerakan Budi Utomo, ternyata membawa dampak dan respons yang baik dari seluruh pemuda yang ada di Indonesia. Hal ini terbukti dengan bermunculannya perhimpunan gerakan-gerakan pemuda di Indonesia. Pada tahun 1914 berdiri Perkumpulan Pasundan yang bertujuan untuk mempertinggi derajat kesopanan, kecerdasan dan mem perluas kesempatan kerja, dengan beberapa pimpinan seperti R. Kosasih Surakusumah, R. Otto Kusumah dan Jayadiningrat. Kemudian orang-orang Ambon yang bertempat tinggal di Jawa membentuk perkumpulan Sarekat Ambon di bawah pimpinan A.J. Patty yang ingin mempersiapkan pemerintah yang berparlemen.
Namun, karena gerakannya yang radikal, A.J. Patty dibuang ke Bangka. Pada 16 Agustus 1927, di Jakarta dibentuk Organisasi Persatuan Minahasa di bawah pimpinan dr. Tumbelaka dan Sam Ratulangi. Berdiri pula Sarekat Celebes akibat dari adanya kesalahpahaman. Selain itu, banyak pula berdiri kumpulan pemuda seperti Sarekat Madura, Perserikatan Timor, dan Sarekat Sumatra.
f. Organisasi Kepanduan
Pada awalnya, organisasi kepanduan hanya menghimpun kelompok pemuda yang gemar melakukan kegiatan olahraga. Organisasi kepanduan yang pertama kali berdiri adalah Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) yang berkedudukan di Solo, berdiri pada tahun 1916. Di kalangan anak-anak keturunan Eropa juga berdiri organisasi Neda Indische Padvinders Vereeninging (NIPV) tahun 1917. Setelah melewati tahun 1920, organisasi kepanduan ini semakin berkembang dan mengikuti perkembangan paham nasionalisme, maka bermunculan puluhan organisasi sejenis, seperti Sarekat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Hizbul Wathon, dan Pandu Pemuda Sumatra. Akhirnya, muncul Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI), hanya karena dicurigai oleh pemerintah Belanda, KRI dilarang untuk berkumpul dan melakukan kegiatan.
g. Taman Siswa
Setelah dipulangkan ke Indonesia Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara, masih tetap memiliki keinginan untuk memajukan bangsanya. Hingga pada tahun 1922, ia mendirikan perguruan Taman Siswa. Taman Siswa ini lahir dengan tujuan untuk memperbaiki sistem pendidikan secara kultural yang dapat diselenggarakan dengan baik. Bahkan organisasi ini menjadi tonggak untuk penataan pengembangan pen didikan nasional. Keistimewaan dari Taman Siswa ialah pelaksanaan kepemimpinan dalam organisasi yang demokratis, danmengutamakan kepentingan rakyat.
Taman Siswa memiliki pedoman sebagai berikut.
“Ing ngarso sing tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani”Pedoman tersebut dapat diartikan sebagai prinsip seorang pemimpin. Jika di depan dia harus menjadi teladan, jika di tengah dia harus mampu membangun dan di belakang dia harus mampu memberi soko atau dukungan yang baik. Pada umumnya, pelaksanaan pendidikan diserahkan kepada pihak swasta, sehingga cegahan kolonial Belanda terhadap jalannya pendidikan menjadi terbatas. Belanda merasa takut Taman Siswa ini akan menghancurkan pemerintahannya. Saat itu pemerintah mengeluarkan peraturan tentang adanya sekolah liar, dan akhirnya Taman Siswa memiliki keterbatasan dalam melakukan pergerakannya.
h. Partai Komunis Indonesia
Cikal bakal lahirnya Partai Komunis Indonesia yaitu terjadinya perpecahan Sarekat Islam. Dengan hadirnya golongan revolusioner yang membentuk SI Merah ternyata berdampak terhadap berkembangnya pemikiran sosialis pada suatu organisasi atau perkumpulan. Bersamaan dengan hal itu, muncul pula lahirnya Marxisme Belanda di bawah pimpinan Sneevliet dan didukung oleh tokoh dari Indonesai yaitu Samaun. PKI ini adalah salah satu organisasi politik yang radikal, sehingga keberadaannya dilarang oleh pemerintah Belanda. Namun secara diam-diam dan ilegal Samaun, Darsono, dan Alin tetap menjalankan aktivitas politik bahkan sempat mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI).
i. Gerakan Wanita
Pelopor yang mendukung adanya keikutsertaan wanita dalam berjuang merebut kemerdekaan ialah Raden Ajeng Kartini. Idealisme yang disebut dengan gerakan emansipasi wanita itu tumbuh karena Kartini hidup di kalangan bangsawan. Ia sering memerhatikan tentang budaya barat dengan sungguh-sungguh. Pada awalnya, organisasi kewanitaan yang diselenggarakan Kartini hanyalah sebatas pendidikan kecakapan wanita sebagai ibu rumah tangga, tetapi itu hanya terjadi sebelum tahun 1920. Setelah Kartini memeloporinya, muncul organisasi wanita yang membekali bahwa wanita itu memiliki hak yang sama dalam berbagai kehidupan, seperti Organisasi Putri Mardika, serta sekolah-sekolah wanita yang lain.
Di daerah Pasundan ada tokoh yang bernama Raden Dewi Sartika yang menyelenggarakan Sekolah Kautamaan Istri, hampir di semua kabupaten di Jawa Barat. Kemudian, di Yogyakarta berdiri pula organisasi kewanitaan yang bernama Sopa Tresna, yang kemudian menjadi bagian dari organisasi Muhamadiyah dan namanya menjadi Aisyiyah. Di Sumatra berdiri Organisasi Keutamaan Istri Minangkabau dan Kerajinan Amal Setia. Ternyata setelah tahun 1920, perkumpulan wanita ini muncul menjadi organisasi sosial yang lebih luas. Seperti di Minahasa, didirikan organisasi De Gorontalosche Muhamedaansche Vroumen Vereeinging, yang merupakan tonggak untuk lahirnya organisasi wanita yang membantu dalam gerakan kebangkitan nasional.
j. Partai Nasional Indonesia
Pada awal tahun 1927 berdiri sebuah perkumpulan yang bernama Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir. Soekarno. Meski arahannya pada situasi politik, namun beberapa pengikutnya seperti Mohammad Hatta tetap menekankan pada aspek pendidikan. Pada 4 Juli 1927, kelompok nasionalis mengadakan perkumpulan di Bandung yang bertujuan untuk mendukung berdirinya PNI.
Tujuan dari PNI yang sebenarnya adalah ingin mencapai Indonesia merdeka. Di bawah pimpinan Bung Karno (sebutan untuk Ir. Soekarno), kemajuan PNI semakin bertambah pesat. Keberadaan PNI tidak disetujui oleh pemerintah Belanda, sehingga tersiar kabar bahwa PNI sebagai provokator yang akan melakukan pemberontakan pada tahun 1930. Pemimpin-pemimpin PNI termasuk Bung Karno ditangkap oleh Belanda pada 24 Desember 1929, kemudian perkaranya diserahkan ke pengadilan. Meski Bung Karno mendapatkan pembelaan, namun keputusan menjatuhkan hukuman terhadap Bung Karno selama 4 tahun. Hukuman tersebut diartikan oleh seluruh pengikut nasionalis bahwa siapa yang bertindak seperti Bung Karno takut dikategorikan sebagai kejahatan politik, maka demi keselamatan pada tahun 1931 pengurus-pengurus PNI secara berangsur membubarkan diri.
k. Partai Indonesia (Partindo)
Karena PNI telah dinyatakan sebagai partai terlarang, maka tokoh-tokoh nasionalis membentuk panitia untuk mendirikan partai baru. Di bawah pimpinan Sartono, pada 1 Mei 1931 diumumkanlah berdirinya perkumpulan baru yang dinamakan dengan Partai Indonesia. Partai ini masih merupakan kelanjutan dari PNI, agar diharapkan para anggota PNI yang telah bubar masuk menjadi anggota Partindo. Tujuan Partindo adalah untuk mncapai kemerdekaan Indonesia. Meski Bung Karno belum menjadi anggota Partindo, namun ia pernah melakukan pidato dalam kongres Partindo di Jakarta pada 15-17 Mei 1932. Setelah Bung Karno menjadi anggota, jabatannya sebagai ketua cabang Partindo di Bandung dan ternyata berpengaruh besar terhadap jumlah anggota Partindo yang terus meningkat. Dan akibatnya kembali terjadi pengawasan pemerintah Belanda yang sangat ketat. Sampai berpuncak pada penangkapan Bung Karno untuk kedua kalinya dan kemudian dibuang ke Ende pada 1 Agustus 1933. Sejak saat itu, kembali pergerakan partai politik dipersempit, dan larangan pun mulai datang dari pemerintah. Akhirnya, Partindo membubarkan diri pada 18 November 1936.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar