Jumat, 25 Oktober 2013

Pola Pemukiman dan Penggunaan Lahan

Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya. Kondisi fisik yang dimaksud antara lain meliputi iklim, kesuburan tanah, dan topografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola pemukiman di daerah pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan kurang begitu jelas, mengingat penduduk kota sangat padat, kecuali yang bertempat tinggal sepanjang aliran sungai, biasanya membentuk pola linear mengikuti aliran sungai. Menurut Alvin L. Bertrand, berdasarkan pemusatan masyarakatnya, pola pemukiman penduduk desa dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu
  • Nucleated village, yaitu penduduk desa hidup bergerombol membentuk suatu kelompok yang disebut dengan nucleus.
  • Line village, yaitu pemukiman penduduk yang menyusuntempat tinggalnya mengikuti jalur sungai atau jalur jalandan membentuk deretan perumahan.
  • Open country village, yaitu di mana penduduk desa memilih ataumembangun tempat-tempat kediamannya tersebar di suatu daerah pertanian, sehingga dimungkinkan adanya hubungan dagang, karena adanya perbedaan produksi dan kebutuhan. Pola ini disebut juga trade centre community.
Sedangkan menurut Bintarto, terdapat enam pola pemukiman penduduk desa, yaitu
  • Memanjang jalan. Di daerah plain (datar) susunan desanya mengikuti jalur-jalur jalan
    dan sungai. Contoh 
    desa ini dapat dilihat di daerah Bantul-Yogyakarta, dan merupakan Line Village atau pola desa yang memanjang.
  • Memanjang sungai.
  • Radial. Pola desa ini berbentuk radial terhadap gunung dan memanjang sepanjang sungai di lereng gunung.
  • Tersebar, pola desa di daerah karst gunung adalah tersebar atau scattered, merupakan nukleus yang berdiri sendiri.
  • Memanjang pantai. Di daerah pantai susunan desa nelayan berbentuk memanjang sepanjang pantai. Contoh ini terdapat di daerah Rengasdengklok Jawa Barat dan di daerah Tegal.
  • Memanjang pantai dan sejajar dengan kereta api. Jika kita perhatikan, ternyata ada keterkaitan antara pola pemukiman penduduk dengan pola pemukiman dengan iklim, pola pemukiman dengan kesuburan tanah, dan pola pemukiman dengan topografi wilayah
1. Kaitan Pola Pemukiman dan Iklim
Pada umumnya penduduk terpusat di daerah-daerah dengan kondisi iklim yang mendukung kehidupannya. Banyaknya penduduk di suatu daerah dengan curah hujan yang cukup banyak menyebabkan sumber air banyak ditemukan di mana-mana. Hal ini dapat menyebabkan pola pemukiman penduduknya juga tersebar. Kurangnya curah hujan menyebabkan sumber air sedikit. Dengan demikian, penduduk akan mencari tempat tinggal yang memiliki sumber air untuk menunjang kehidupannya. Hal ini dapat menyebabkan pemukiman penduduk membentuk pola terpusat yang melingkari sumber air tersebut.

2. Pola Pemukiman dan Kesuburan Tanah
Daerah yang memiliki tanah-tanah yang subur dapat mengikat tempat tinggal penduduk dalam satu kelompok (memusat). Sebaliknya, di daerah-daerah dengan tingkat kesuburan tanahnya sangat rendah (misalnya di daerah kapur), penduduk akan mencari tempattempat yang agak subur untuk tempat tinggalnya. Dengan demikian, pola
pemukiman penduduknya akan membentuk pola tersebar (scattered).

3. Pola Pemukiman dan Topografi Wilayah
Topografi merupakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinya perbedaan pola pemukiman penduduk di daerahdaerah. Pola pemukiman penduduk di daerah pantai akan membentuk pola "line" atau memanjang mengikuti garis pantai. Pola line juga akan terbentuk di sepanjang jalan, jalan kereta, atau sepanjang aliran sungai. Begitu juga di daerah dengan topografi relatif datar biasanya membentuk pola mengelompok.

Pada daerah dengan topografi kasar atau bergelombang menyebabkan pola pemukiman penduduknya tersebar, karena mereka mencari tempat yang agak datar untuk membangun
tempat tinggalnya. Di daerah ini tidak jarang jarak antara satu desa dengan desa lainnya sangat berjauhan, dan hanya dihubungkan oleh jalan setapak.


Pola Penggunaan Lahan
Ketinggian tempat mempunyai pengaruh terhadap perubahan suhu. Beberapa jenis tanaman mempunyai kondisi suhu tertentu untuk dapat hidup dan berkembang secara optimal. Junghuhn, seorang ahli berkebangsaan Jerman pernah melakukan penelitian di Indonesia dan menemukan adanya perbedaan suhu dan jenis tanaman setiap perbedaan ketinggian tempatnya. Oleh karena itu, Junghuhn membagi iklim di daerah tropis berdasarkan ketinggian tempatnya menjadi empat daerah, yaitu
  • Daerah iklim panas (22°C), berada pada ketinggian antara 0 - 700 m. Tanaman yang
    dapat tumbuh baik 
    pada kondisi ini adalah kelapa, padi, jagung, tebu, tembakau, dan karet.
  • Daerah iklim sedang (22°C - 17,1°C), berada pada ketinggian 700 - 1500 m, baik digunakan untuk tanaman padi, tembakau, tebu, sayuran, dan kopi.
  • Daerah iklim sejuk (17,1°C - 11,1°C), terletak pada ketinggian 1500 m, cocok untuk tanaman kopi, kina, teh, dan sayuran
  • Daerah iklim dingin (11,1°C - 6,2°C), terletak pada ketinggian lebih dari 2500 m. Ditumbuhi lumut, tidak ada tanaman budidaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah suhunya, semakin berkurang pula jenis tanamannya.
1. Penggunaan Lahan dan Letak Wilayah
Letak geologis menyebabkan Indonesia memiliki tanah subur. Letak astronomis menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis dengan penyinaran matahari sepanjang tahun. Demikian juga, letak geografis menyebabkan negara Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang membawa pengaruh terhadap perubahan musimnya. Tanah subur dengan iklim yang mendukung serta perubahan musim yang jelas merupakan kondisi yang sangat potensial untuk pengembangan kegiatan pertanian.

2. Penggunaan Lahan dan Topografi Wilayah
Daerah yang memiliki bentuk muka bumi berupa dataran, dapat memberikan beberapa manfaat tersendiri bagi daerah yang bersangkutan, seperti adanya kemudahan dalam hal pengembangan wilayah dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi, khususnya transportasi darat. Selain itu, lahan di dataran rendah biasanya banyak digunakan untuk sawah, pemukiman, kegiatan industri, kantor, serta fasilitas sosial lainnya.

Selain itu, keindahan alam di daerah pantai mendorong penduduknya untuk memanfaatkan wilayah pantai untuk usaha perikanan air laut (nelayan), perikanan tambak, usaha tambak garam, perkebunan kelapa, usaha pemanfaatan hutan bakau, serta bagi wilayah-wilayah pantai yang memiliki panorama indah banyak dikembangkan menjadi objekwisata.

Sebaliknya, daerah yang memiliki bentuk muka bumi yang terjal, berbukit-bukit dan bergunung-gunung, banyak memiliki kendala dalam pengembangan wilayahnya, khususnya dalam pengembangan sarana dan prasarana transportasinya. Namun karena daerah tersebut biasanya memiliki suhu udara yang sejuk dan segar, maka banyak yang dikembangkan menjadi daerah wisata, areal perkebunan atau agrowisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar