Rabu, 08 Januari 2014

Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti aturan. Berdasarkan asal-usul istilah tersebut, para ahli memberikan pengertian otonomi sebagai pengundangan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri.  Menurut pasal 1 ayat (1) UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Negara kesatuan adalah suatu negara dimana hanya ada satu negara dan satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.

Negara Kesatuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Negara kesatuan yang menerapkan prinsip sentralisasi kewenangan, yaitu apabila semua urusan negara diatur negara dan diurus oleh pemerintah pusat.
  2. Negara kesatuan yang menerapkan prinsip desentralisasi, yaitu pemerintah daerah memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan kebutuhan dan potensi daerah masing-masing.
Negara kita adalah negara kesatuan yang menerapkan prinsip desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan wujud dari penerapan prinsip desentralisasi. Pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah, berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Asas-asas otonomi daerah
Tiga asas dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu asas desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi.
  1. Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
  3. Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
(Pasal 1 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Dasar hukum otonomi daerah
a. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen kedua
1) Pasal 18
  • a) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
  • b) Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
  • c) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
  • d) Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
  • e) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
  • f) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan
  • g) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah di atur dengan undang-undang.
2) Pasal 18A
  • a) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
  • b) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
3) Pasal 18B
  • a) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
  • b) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya dan prinsip-prinsip Negara Kaesatuan Republik
  • Indonesia, yang diatur dengan undang-undang
b. Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2000, tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
c. Undang-Undang
  • UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
  • UU no.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pembentukan daerah otonom
Untuk menjadi sebuah daerah otonom harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.

a. Syarat administratif
Syarat administratif untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi tersebut. Persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, serta mendapat rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Sedangkan syarat administratif untuk kabupaten/kota adalah adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkuatan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

b. Syarat teknis
Sebuah daerah otonom tentu membutuhkan sumber daya yang mampu menjadi tumpuan bagi hidup, tumbuh dan berkembangnya daerah tersebut sebagai syarat teknis pembentukan daerah. Syarat teknis pembentukan daerah otonom meliputi kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, potensi daerah, luas daerah, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

c. Syarat fisik
Syarat fisik pembentukan daerah otonom berhubungan dengan cakupan wilayah daerah tersebut. Untuk membentuk daerah otonom provinsi paling sedikit terdiri dari lima kabupaten/kota. Untuk pembentukan kabupaten paling sedikit tujuh kecamatan, sedang untuk pembentukan kota sedikitnya terdapat empat kecamatan. Syarat fisik juga berhubungan dalam lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Suatu daerah otonom dapat mengalami pemekaran jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pemekaran satu daerah menjadi dua atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Sebaliknya, suatu daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan/ atau digabung dengan daerah lain.

Prinsip-pinsip pemberian otonomi daerah
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa pemberian otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Pelaksanaan otonomi daerah adalah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
  2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi daerah yang seluas-luasnya, dalam arti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar urusan pemerintah pusat. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang secara nyata dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraan harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
  3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan nyata diletakkan pada kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
  4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah antar daerah.
  5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi, serta di dalam kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
  6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi legislatif daearah, ataupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah,
  7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi yang kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
Pemerintahan daerah
Pemerintahan daerah terdiri atas pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Seorang kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut:
  1. Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
  2. Mengajukan rancangan Perda.
  3. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD.
  4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
  5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
  6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  7. Melakukan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(Pasal 25 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah)

DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Seperti halnya kepala daerah DPRD juga mempunyai  tugas dan wewenang.
  1. Membentuk perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
  2. Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama kepala daerah.
  3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah.
  4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah /wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
  5. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
  6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
  7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
  8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah.
  9. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
  10. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
(Pasal 42 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah).

Perangkat pemerintah daerah yang terdiri dari sekretaris daerah, dinas dan lembaga teknis lainnya dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Untuk memahami tentang skema pemerintahan daerah perhatikan bagan di bawah ini :
Pelaksanaan otonomi daerah
Perjalanan otonomi daerah di Indonesia telah berlangsung cukup lama. Sebelum diberlakukan UU No.32 tahun 2004 yang mengatur tentang pelaksanaan pemerintah daerah, pemerintah Orde Baru telah memberlakukan UU No. 5 tahun 1974. Akan tetapi undang undang ini belum dapat mewujudkan terselenggaranya otonomi daerah secara nyata. Hal ini dikarenakan undang-undang ini masih memiliki kelemahan dan daerah belum mampu melaksanakan otonomi daerah.

Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah pada Daerah Tingkat II. Pada tanggal 25 April 1995 pemerintah pada saat itu meluncurkan Proyek Percontohan Otonomi Daerah satu kabupaten di setiap provinsi. Tujuannya untuk mewujudkan otonomi daerah. Akan tetapi dalam perjalanannya masih terjadi tarik ulur kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Gagasan otonomi daerah untuk mengembangkan kesejahteraan di tingkat daerah belum dapat terlaksana.

Ketetapan MPR RI No.XV/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Untuk melaksanakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, serta bertanggung jawab pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 5 tahun 1974.

Pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 terealisasi sejak bulan Januari 2001. Sebelum undang-undang dilaksanakan memang telah berkembang aspirasi masyarakat yang menghendaki adanya revisi terhadap undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan undang-undang tersebut tidak memperhatikan konteks kelahirannya yang diliputi suasana transisi, abnormal dan krisis. Berdasarkan keadaan tersebut akhirnya pemerintah mengeluarkan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daaerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam UU No 32 Tahun 2004 telah memuat pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Pemerintah bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Persoalan yang dimaksud meliputi bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama. Sesuai pasal 21 UU No. 34 Tahun 2004, daerah mempunyai hak:
  1. Mengatur mengurus sendiri urusan pemerintahannya,
  2. Memilih pemimpin daerah
  3. Mengelola aparatur daerah
  4. Mengelola kekayaan daerah,
  5. Mengatur pajak daerah dan retribusi daerah,
  6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah,
  7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang sah, dan
  8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya menurut pasal 22 UU No 32 tahun 2004 daerah mempunyai kewajiban diantaranya:
  1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan,kesatuan dan keruku nan nasional, serta keutuhan Negara Kaesatuan Republik Indonesia,
  2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
  3. Mengembangkan kehidupan demokrasi,
  4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan,
  5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Selama pelaksanaan otonomi daerah memang tidak dapat dihindari munculnya berbagai permasalahan. Permasalah tersebut timbul dari lembaga pemerintah itu sendiri atau dari luar lembaga pemerintah. Masalah-masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah antara lain:
  1. Masyarakat kurang memahami arti pentingnya otonomi daerah.
  2. Masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan otonomi daerah.
  3. Masyarakat bersikap apatis terhadap pemerintah.
  4. Sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintah yang masih perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga etos kerjanya menjadi lebih baik.
  5. Sikap ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih terlalu tinggi.
  6. Kemampuan daerah untuk mengurus daerahnya sendiri masih sangat kurang.
  7. Menjalarnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) hingga ke pemerintahan daerah.
Sebagai upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul sebagai penghambat terlaksananya otonomi daerah perlu dilakukan berbagai cara, antara lain:
  1. Melakukan sosialisasi tentang penerapan otonomi daerah beserta undang-undang sebagai acuannya secara lebih luas lagi.
  2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah.
  3. Menumbuhkan sikap kepercayaan diri masyarakat terhadap pemerintahan daerah.
  4. Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintah daerah yang berkualitas dengan etos kerjanya yang baik.
  5. Menumbuhkan sikap kreatif dan inisiatif.
  6. Meningkatkan sikap kemandirian.
  7. Melakukan pemberantasan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme secara nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar