Rabu, 05 Juni 2013

Kreativitas Anak

Supriadi (2001: 7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut – yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas (creativity intersection).

1. Ciri-ciri Kreativitas
Ada beberapa ciri-ciri kreativitas yang dimiliki oleh individu yang kreatif.  Guilford (dalam
Munandar, 1992) membedakan antara ciri kognitf (aptitude) dan ciri afektif (non-aptitude) yang berhubungan dengan kreativitas. Ciri-ciri kognitf  (aptitude) ialah ciri-ciri yang berhubungan dengan kognisi, proses berpikir yang  meliputi kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan orisinilitas dalam bepikir dan  elaboration (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. 

Sedangkan ciri-ciri afektif (non-aptitude) ialah ciri-ciri yang lebih berkaitan  dengan sikap atau perasaan yang meliputi rasa ingin tahu, bersifat imajinatif,  merasa tertantang oleh kemajemukan, sifat berani mengambil resiko dan sifat  menghargai. Kedua jenis ciri-ciri kreativitas itu diperlukan agar perilaku kreatif  dapat terwujud.

a. Aspek Kognitif. 
Guilford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas  antara lain:
  • Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk  menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara  cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan  bukan kualitas. 
  • Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi  sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang  bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbedabeda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu  menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang  yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan  mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya  dengan cara berpikir yang baru. 
  • Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan  gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek,  gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
  • Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan  unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.
b. Aspek Afektif. 
Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri non-aptitude) yaitu:
  • Rasa ingin tahuSelalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak, misalnya: selalu  bertanya, memperhatikan banyak hal, peka dalam pengamatan dan  ingin mengetahui atau meneliti. Ada beberapa perilaku peserta  didik yang mencerminkan rasa ingin tahu, misalnya sering  mempertanyakan segala sesuatu, senang menjajaki buku-buku,  peta-peta, gambar-gambar, dan sebagainya untuk mencari gagasan-gagasan baru, menggunakan semua pancainderanya untuk  mengenal, tidak takut menjajaki bidang-bidang baru, ingin  mengamati perubahan-perubahan dari hal-hal atau kejadian-kejadian.
  • Bersifat imajinatif/fantasi . Mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak  atau belum pernah terjadi dan menggunakan daya khayal namun  dapat membedakan mana khayalan dan mana yang kenyataan.  Perilaku yang terlihat pada siswa biasanya berupa memikirkan atau  membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi, memikirkan  bagaimana jika melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan  orang lain, meramalkan apa yang akan dikatakan atau dilakukan  orang lain, mempunyai firasat tentang sesuatu yang belum terjadi,  melihat hal-hal dalam suatu gambar yang tidak dilihat orang lain,  membuat cerita tentang tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi atau tentang kejadian-kejadian yang belum pernah  dialami.
  • Merasa tertantang oleh kemajemukan . Mempunyai dorongan untuk mengatasi masalah-masalah yang  sulit, merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit serta lebih  tertarik pada tugas-tugas yang sulit. Perilaku anak didik yang  mencerminkan sikap tertantang oleh kemajemukan, adalah  menggunakan gagasan atau masalah-masalah yang rumit,  melibatkan diri dalam tugas-tugas yang majemuk, tertantang oleh  situasi yang tidak dapat diramalkan keadaannya, mencari  penyelesaian tanpa bantuan orang lain, tidak cenderung mencari  jalan tergampang, berusaha terus-menerus agar berhasil, mencari  jawaban-jawaban yang lebih sulit atau rumit daripada menerima  yang mudah, dan senang menjajaki jalan yang lebih rumit.
  • Sifat berani mengambil risiko (tidak takut membuat kesalahan) . Berani mempunyai pendapat meskipun belum tentu benar, tidak  takut gagal atau mendapat kritik dari orang lain. Perilaku anak  didik yang memiliki sifat berani dalam mengambil risiko adalah  berani mempertahankan gagasan-gagasan atau pendapatnya  walaupun mendapatkan tantangan atau kritik, bersedia mengakui  kesalahan-kesalahannya, berani menerima tugas yang sulit  meskipun ada kemungkinan gagal, berani mengajukan pertanyaan  atau mengemukakan masalah yang tidak dikemukakan orang lain, tidak mudah dipengaruhi orang lain, melakukan hal-hal yang  diyakini, meskipun tidak disetujui sebagian orang, berani mencoba  hal-hal baru, berani mengakui kegagalan dan berusaha lagi. 
  • Sifat menghargai . Kemampuan untuk dapat menghargai bimbingan dan pengarahan  dalam hidup, menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri  yang sedang berkembang. Perilaku anak didik yang memiliki sifat  menghargai adalah menghargai hak-hak sendiri dan orang lain,  menghargai diri sendiri dan prestasi sendiri, menghargai makna  orang lain, menghargai keluarga, sekolah lembaga pendidikan  lainnya serta teman-teman, menghargai kebebasan tetapi tahu  bahwa kebebasan menuntut tanggung jawab, tahu apa yang betulbetul penting dalam hidup, menghargai kesempatan-kesempatan  yang diberikan, senang dengan penghargaan terhadap dirinya
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas 
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas menurut Rogers (  dalam Munandar, 1999) adalah: 
a. Faktor internal individu 
Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu yang dapat  mempengaruhi kreativitas, diantaranya : 
  • Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau  dalam individu. Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan  menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri  dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa  kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan  demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima  perbedaan 
  • Evaluasi internal, yaitu kemampuan individu dalam menilai produk  yang dihasilkan ciptaan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri,  bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari  orang lain. 
  • Kemampuan untuk bermaian dan mengadakan eksplorasi terhadap unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru  dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya
b. Faktor eksternal (Lingkungan) 
Faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi kreativitas  individu adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung keamanan dan  kebebasan psikologis. Peran kondisi lingkungan mencakup lingkungan  dalam arti kata luas yaitu masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan dapat  mengembangkan kreativitas jika kebudayaan itu memberi kesempatan adil bagi pengembangan kreativitas potensial yang dimiliki anggota  masyarakat. Adanya kebudayaan creativogenic, yaitu kebudayaan yang  memupuk dan mengembangkan kreativitas dalam masyarakat, antara lain :(1) tersedianya sarana kebudayaan, misal ada peralatan, bahan dan media, (2) adanya keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan bagi semua  lapisan masyarakat, (3) menekankan pada becoming dan tidak hanya  being, artinya tidak menekankan pada kepentingan untuk masa sekarang  melainkan berorientasi pada masa mendatang,  (4) memberi kebebasan  terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi, terutama jenis kelamin,  (5) adanya kebebasan setelah pengalamn tekanan dan tindakan keras, artinya setelah kemerdekaan diperoleh dan kebebasan dapat dinikmati,  (6) keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda,  (7) adanya toleransi terhadap pandangan yang berbeda, (8)adanya interaksi antara  individu yang berhasil, dan  (9) adanya insentif dan penghargaan bagi hasil  karya kreatif. Sedangkan lingkungan dalam arti sempit yaitu keluarga dan  lembaga pendidikan. Di dalam lingkungan keluarga orang tua adalah  pemegang otoritas, sehingga peranannya sangat menentukan pembentukan  kreativitas anak. Lingkungan pendidikan cukup besar pengaruhnya terhadap  kemampuan berpikir anak didik untuk menghasilkan produk kreativitas,  yaitu berasal dari pendidik. 

Selain itu Hurlock (1993), mengatakan ada enam faktor yang menyebabkan  munculnya variasi kreativitas yang dimiliki individu, yaitu: 
1. Jenis kelamin 
Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak  perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian  besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki  dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri,  didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh  para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas. 
2. Status sosioekonomi 
Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif  dari anak kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok  sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk  memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas
3. Urutan kelahiran 
Anak dari berbgai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang  berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan.  Anak yang lahir ditengah, belakang dan anak tunggal mungkin memiliki  kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir  pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua,  tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut  daripada pencipta. 
4. Ukuran keluarga 
Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif  daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar cara mendidik anak  yang otoriter dan kondisi sosiekonomi kurang menguntungkan mungkin  lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas. 
5. Lingkungan 
Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan  pedesaan. 
6. Intelegensi 
Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar  daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak  gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan  lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

Torrance dalam Supriadi (Adhipura, 2001: 47) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang  dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu:
(1) menghormati pertanyaan yang tidak biasa;
(2) menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa;
(3) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri;
(4) memberi penghargaan kepada siswa; dan
(5) meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.

Hurlock pun (1999: 11) mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu:
(1) waktu,
(2) kesempatan menyendiri,
(3) dorongan,
(4) sarana,
(5) lingkungan yang merangsang,
(6) hubungan anak-orangtua yang tidak posesif,
(7) cara mendidik anak,
(8) kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.

Amabile (Munandar, 2004: 223) mengemukakan empat cara yang dapat mematikan kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi antara anak, dan lingkungan yang membatasi. Sementara menurut Torrance dalam Arieti yaitu:
(1) usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi;
(2) pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak;
(3) terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual;
(4) terlalu banyak melarang;
(5) takut dan malu;
(6) penekanan yang salah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu; dan
(7) memberikan kritik yang bersifat destruktif (Adhipura, 2001: 46).(berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar