Minggu, 02 Juni 2013

Pendekatan Whole Languange

Pendekatan Whole Language (bahasa menyeluruh) telah digunakan dalam pembelajaran  bahasa di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, Malaysia dan Indonesia. Di  Indonesia pendekatan bahasa menyeluruh ini sudah digunakan dalam berbagai jenjang  persekolahan terutama di Taman Kanak-kanak (Masitoh 2002), di sekolah dasar (Hartati, 2000  dan Suryani, 2008) Di sekolah dasar pendekatan ini sangat sesuai untuk kelas-kelas rendah  (Kelas I,II dan III). Model Whole Language merupakan model pembelajaran bahasa yang menekankan bahwa pembelajaran bahasa merupakan sesuatu yang utuh, yang tidak memisahkan aspek-aspek keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa disajikan dalam satu kesatuan yang padu antara menyimak, membaca, berbicara, menulis, sastra, dan unsur kebahasaan. Semuanya disajikan secara proporsional sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

1. Ciri Khusus Pendekatan Whole Languange
Setiap model pembelajaran memiliki karakter atau ciri khusus yang terjadi dan tampak di kelas. Ciri khusus model Whole Language sebagai berikut.
  • Belajar bahasa akan berlangsung dengan mudah karena sifatnya padu, nyata, relevan,
    bermakna, dan berfungsi dalam konteks berbahasa yang sebenarnya.
  • Para siswa akan mempelajari unsur kebahasaan secara simultan atau serempak saat pembelajaran keterampilan berbahasa berlangsung dalam konteks pemakaian bahasa yang sebenarnya.
  • Para siswa mempelajari bahasa sama dengan membangun makna sesuai dengan konteks.
  • Perkembangan bahasa siswa merupakan suatu proses pembentukan kemampuan personal sosial.(Depdikbud, 2004: 14)
2. Peran Guru dalam Pendekatan Whole Languange
Dalam model Whole Language, aktivitas pembelajaran didominasi oleh siswa. Guru hanya berperan sebagai mediator, pengarah, dan pembantu siswa belajar. Aminudin (1977: 33) menjelaskan peran guru dalam model Whole Language sebagai berikut.
  • Guru sebagai model, dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbahasa guru harus menjadi contoh dari perwujudan aktivitas berbahasa siswa.
  • Guru sebagai fasilitator, guru harus mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan siswa dalam belajar sehingga siswa dapat mengembangkan dan menemukan pemahaman yang nyata.
  • Guru sebagai pembelajar, guru harus mempelajari segala sesuatu yang dipelajari siswa dan mempelajari segala kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar serta segera memberikan solusinya.
  • Guru sebagai peneliti, guru harus selalu mengamati gejala yang berhubungan dengan minat, motivasi, dan proses belajar siswa. Guru harus selalu mengumpulkan data mengenai perkembangan kemajuan siswa dalam belajar dan melakukan refleksi terhadap data yang ditemukan.
  • Guru sebagai dinamisator, guru harus bersahabat dengan siswa, harus mampu memanfaatkan berbagai bentuk penguatan kepada siswa, misalnya pujian, hadiah, dan sebagainya.
3. Ciri-ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language
  • Kelas yang menerapkan whole language  penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut kabinet dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan  bulletin board.  Karya tulis siswa dan chart  yang dibuat siswa menggantikan bulletin board  yang dibuat oleh guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku petunjuk dan berbagai barang cetak lainnya.
  • Siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.
  • Siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya.
  • Siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas whole language  hanya sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh guru.
  • Siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Dalam hal ini interaksi guru adalah multiarah.
  • Siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen. Guru tidak mengharapkan kesempurnaan, yang penting adalah respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima.
  • Siswa mendapat balikan (feed back)  positif baik dari guru maupun temannya. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.  Dari ketujuh ciri tersebut dapat terlihat bahwa siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru tidak perlu berdiri lagi di depan kelas meyampaikan materi. Sebagai fasilitator guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal.
4. Komponen Whole Language
Teuku Alamsyah (2007: 14-17) menjelaskan bahwa ada delapan komponen whole language,
yaitu: (1) reading aloud, (2) journal writing, (3) sustained silent reading, (4) shared reading, (5) guided writing, (6) guided reading, (7) independent reading, dan (8) independent writing.

1)  Reading Aloud (membaca bersuara)
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita. Guru membacakan cerita dengan suara nyaring dan intonasi yang baik sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini akan sangat bermakna terutama jika diterapkan dikelas rendah.

Di sisi lain, dengan pembelajaran reading aloud, guru dapat memberikan contoh membaca yang baik pada siswanya. Pada kelas yang pembelajarannya menerapkan whole language, reading aloud dapat dilakukan setiap hari saat memulai pembelajaran. Guru hanya menggunakan beberapa menit saja (10 menit) untuk membacakan cerita. Kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk memotivasi siswa memasuki suasana belajar.

2)  Jurnal Writing
Journal writing atau menulis jurnal merupakan sarana yang aman bagi siswa untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan kejadian di sekitanya, mengutarakan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya anak-anak dari berbagai macam latar belakang memiliki banyak cerita. Namun, umumnya mereka tidak sadar bahwa mereka mempunyai cerita yang menarik untuk diungkapkan.

Tugas guru adalah mendorong siswa agar mau mengungkapkan cerita yang dimilikinya. Menulis jurnal bukanlah tugas yang harus dinilai, tetapi guru berkewajiban untuk membaca jurnal yang ditulis anak dan memberikan komentar atau respon terhadap cerita tersebut sehingga ada dialog antara guru dan siswa.

3) SSR (Sustained Silent Reading)
Sustained Silent Reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Biarkan siswa memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan.

Guru dapat memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama.  

4)  Shared Reading
Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa, di mana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi.  

5)  Guided Reading
Guided reading tidak seperti pada shared reading, guru lebih berperan sebagai model dalam membaca. Dalam guided reading atau disebut juga membaca terbimbing guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam membaca terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri, melainkan lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan sekadar pertanyaan pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan dikelas.

6)  Guided Writing
Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu membantu siswa menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini proses writing dalam memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.

7)  Independent Reading
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respon.

8)  Independent writing
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menulis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing antara lain menulis jurnal, dan menulis respon. Jika akan menerapkan pendekatan ini, Anda mulailah perlahan-lahan. Jangan mencoba menerapkan semua komponen sekaligus karena akan membingungkan siswa. Cobalah dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah terbiasa menggunakan komponen tersebut, baru kemudian dicoba diterapkan komponen yang lain.  

5. Penilaian dalam Kelas Whole Language
Dalam kelas whole language  guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Secara informal selama pembelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi. Walaupun guru tidak terlihat membawa-bawa buku, guru menggunakan alat penilaian seperti lembar observasi dan catatan anekdot. Dengan kata lain, dalam kelas whole language  guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil kerja selama kegiatan pembelajaran. Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik.

6. Kelemahan dan Kelebihan Pendekatan Whole Language
1)  Kelemahan Pendekatan Whole Language
  • Perubahan menjadi kelas whole language memerlukan waktu yang cukup lama karena perubahan harus dilakukan dengan hati-hati dan perlahan agar menghasilkan kelas whole language yang diinginkan (Anderson 2007:21).
  • Dalam penerapan whole language guru harus memahami dulu komponen-komponen whole languange agar pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal (Puji Santoso. 2008:2.16).
2)   Kelebihan Pendekatan Whole Language
  • Pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik (Rigg dalam Puji Santoso 2008: 2.3).
  • Dalam kelas whole language siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru tidak perlu berdiri lagi di depan kelas menyampaikan materi. Sebagai fasilitator, guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal (Teuku Alamsyah.2007:23).
  • Pendekatan whole language secara spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun, tidak tertutup kemungkinan untuk diterapkan dalam pembelajaran pelajaran-pelajaran yang lain, semisal IPS, karena pada dasarnya setiap mata pelajaran memiliki keterkaitan dan saling melengkapi (Teuku Alamsyah 2007:13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar