Rabu, 05 Juni 2013

Kesulitan Belajar Siswa

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman,berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas 2 macam, yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor internal siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa yakni:
1)  Faktor fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berperan terhadap kemampuan seseorang. Anak yang dalam keadaan segar jasmaninya akan bebeda belajarnya dengan anak yang ada dalam keadaan lelah. Anak-anak yang kelebihan atau kurang gizi akan mudah cepat lelah, mudah mengantuk sehingga dalam kegiatan belajar akan mengalami kesulitan menerima pelajaran.
2)  Faktor psikologis
Adapun yang termasuk faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain adalah intelegensi, perhatian, bakat, minat, motif, kematangan dan kesiapan.
  • Perhatian – Menurut al-Ghazali (2001) dalam Slameto (2003) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal (objek) atau sekumpulan objek.
  • Bakat – Mennurut Hilgard dalam Slameto (2003) bahwa bakat adalah capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapain kecakapan setelah belajar atau berlatih.
  • Minat – Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996) bahwa minat adalah menyangkut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu.
  • Motivasi – Menurut Slameto (2003) bahwa motivasi siswa dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa tersebut mempunyai kesiapan dalam menerimasuatu mata pelajaran dengan baik.
b. Faktor Eksternal
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan konndisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dibagi tiga macam:
1) Lingkungan keluarga,
Contohnya: ketidakharmonisan antara ayah dengan ibu, suasana rumah, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan perkampungan/masyarakat,
Contohnya: wilayah perkampungan dan teman sepermainan yang nakal.
3)  Lingkungan sekolah,
Contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi alat-alat belajar yang tidak memadai, metode mengajar guru, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, dll.

Selain itu juga ditemukan ksulitan belajar siswa yang mencakup dalam pengertian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar,
adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction,
merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya.
Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever 
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner 
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.

Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.

Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.

Kesulitan Belajar Matematika
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculia). Istilah  diskalkulia memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan  dengan gangguan sistem syaraf pusat. 

Menurut Lerner (1981: 35), ada beberapa karakteristik anak berkesulitan  belajar matematika, yaitu: adanya gangguan dalam hubungan keruangan,  abnormalitas persepsi visual, asosiasi visual motor, perseverasi, kesulitan  mengenal dan memahami simbol, gangguan penghayatan tubuh, kesulitan  dalam bahasa dan membaca, scor Performance IQ jauh lebih rendah dari  pada skor verbal IQ. 
1. Gangguan hubungan keruangan 
Konsep hubungan keruangan seperti atas bawah, puncak dasar, jauh dekat,  tinggi rendah, depan belakang, awal akhir umumnya telah dikuasai oleh anak  sebelum masuk SD, namun bagi anak berkesulitan belajar matematika  memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena kurang  berkomunikasi dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga  adanya kondisi intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya  gangguan tersebut mungkin anak tidak mampu merasakan jarak angka-angka dan garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak tidak tahu  bahwa angka 2 lebih dekat ke angka 3 daripada ke angka 8. 
2. Abnormalitas persepsi visual 
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan  untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok.  Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menjumlahkan dua  kelompok benda yang terdiri dari tiga dan empat anggota. Anak juga  sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri. 
3. Asosiasi visual motor 
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat berhitung  benda-benda secara berurutan, anak mungkin baru memegang benda  yang kedua tetapi mengucapkan empat. 
4. Perseverasi 
Anak yang perhatiannya melekat pada satu obyek dalam jangka waktu  relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi.  Pada mulanya anak dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi  lama-kelamaan perhatiannya melekat pada satu obyek saja,  contohnya: 
4 + 3 = 7 
4 + 4 = 8 
5 + 4 = 8 
 3 + 6 = 8
5. Kesulitan mengenal dan memahami simbol 
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan  dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti  (+), (-), (X), (:), (=), (<), (>), gangguan ini dapat disebabkan oleh  gangguan memori, dan oleh gangguan persepsi visual.
6. Gangguan penghayatan tubuh 
Anak berkesulitan belajar matematika juga sering menunjukkan  adanya gangguan penghayatan tubuh (body image), anak sulit  memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri, misalnya  jika disuruh menggambar tubuh, maka tiadak ada yang utuh. 
7. Kesulitan dalam membaca dan bahasa 
Anak berkesulitan belajar matematika akan mengalami kesulitan  dalam memecahkan soal-soal yang berbentuk cerita. 
8. Skor PIQ jauh lebih rendah dari VIQ 
Hasil tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Weshler Intelligence  Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar  matematika memiliki PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang  jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient).  Sub tes verbal mencakup: Informasi, persamaan, aritmetika,  perbendaharaan kata, dan pemahaman. Sub tes kinerja mencakup:  melengkapi gambar, menyusun gambar, menyusun balok, dan  menyusun obyek. 

Kesulitan Belajar Bahasa
Ganguan atau kesulitan berbahasa sering dikaitkan dengan penyakit yang  menyebabkan terjadinya gangguan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, jika  penguasaan bahasa mendapat gangguan, maka komunikasinyapun terganggu.  Berikut ini dikemukakan istilah-istilah tersebut:
1. Aphasia. 
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan hilangnya kemampuan  berbahasa seseorang karena adanya gangguan pada sistem syaraf pusat.  Gangguan ini dapat disebabkan oleh cidera pada kulit otak yang terjadi karena  kecelakaan, benturan yang keras, atau stroke. Gangguan ini bersifat multi  dimensi, sehingga kemampuan menggunakan atau menguasai simbol seolaholah lenyap. Parahnya ketidakmampuan yang diakibatkan bergantung dari letak  cidera atau luka, umur serta kondisi kesehatan ketika terjadinya cidera tersebut.

Aphasia banyak jenisnya, paling tidak dapat diklasifikasikan kedalam 4 jenis,  yaitu: 
  • Aphasia Sensoris atau (aphasia reseptif, fluent aphasia, word deafness,  wernickes aphasia). Yaitu mengalami kesulitan dalam memberi makna  rangsangan yang diterimanya.
  • Aphasia motoris atau (aphasia ekspresif, broca aphasia), yaitu mengalami  kesulitan dalam mengkoordinasikan atau menyusun pikiran, perasaan dan  kemauan menjadi symbol-simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang  lain.
  • Aphasia konduktif atau (dynamic aphasia, transcorticak sensory aphasia),  yaitu megalami kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi bahasa.
  • Aphasia Amnesic atau nominal aphasia atau anomia, yaitu kesulitan dalam  memilih dan menggunakan symbol-simbol yang tepat (Tarmansyah, 1995.,  p. 94)
2. Dysarthria dan Apraxia. 
Dysarthria muncul menyertai aphasia, yaitu berupa  gangguan berbicara yang diakibatkan
oleh hilangnya kontrol otot-otot pada  mekanisme berbicara (Owen, Jr., 1984). Kerusakan atau cidera pada sistem  syaraf dapat berakibat pada terganggunya gerakan, baik dalam bentuk gerakan itu sendiri, kecepatannya, maupun irama gerakannya. Oleh karena itu dyarthria  dapat muncul dalam bentuk penghilangan atau distrorsi (penyimpangan) bunyi,  penghilangan bunyi, atau salah ucap yang terjadi secara permanen. Misalnya  penderita dysrthria selalu menghilangkan bunyi pada awal, tengah, akhir kata.  Misalnya: kata berangkat diucapkan angkat, meskipun diucapkan kipun atau  mespun.

Apraxia merupakan gangguan yang muncul dalam memilih dan memprogram  pembicaraan. Karakteristik yang menonjol dalam gangguan ini antara lain  tercermin dalam munculnya kesulitan untuk memulai pembicaraan, kesalahan  pengucapan yang tidak konsisten, serta tampaknya gerakan meraba-raba atau  mengubah sikap badan untuk ke sumber suara, walaupun apraxia dan dysarthria  bukan merupakan gangguan lingusitik , tetapi keduanya dapat muncul bersama  dengan munculnya gangguan linguistik seperti aphasia.
3. Dyslexia. 
Gangguan ini berkaitan dengan hilangnya kemampuan untuk  membaca. Gangguan ini terjadi karena tidak berfungsinya secara normal syaraf  yang berhubungan atau yang mengatur kemampuan membaca. Dyslexia sering  disebut sebagai ”word blindness” (kebutaan akan kata-kata) karena penderita  seolah-olah tidak mengenal kata-kata yang dibacanya. Gangguan ini mencakup  berbagai variasi dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda, dari yang paling  ringan sampai yang paling parah. Hakikat dyslexia terletak pada kebingungan  dan kesulitan yang dialami seseorang selama karena ia seolah-olah tidak  mengenal bunyi, arti, ataupun ejaan dari kata yang dilihatnya (Ramma, S., 1993)
4. Dysgraphia
Gangguan ini berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya  kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan  hampir tidak dapat dibaca. Gangguan ini terjadi karena otot-otot serta syarafsyaraf yang berfungsi dalam mengendalikan gerakan halus (fine motor)  terganggu atau tidak berfungsi
5. Gagap. 
Gangguan ini merupakan gangguan dalam kelancaran dan irama  berbicara yang dapat muncul dalam bentuk yang paling ringan sampai paling  parah. Penderita gangguan ini biasanya susah menghasilkan atau memulai  pengucapan bunyi, menulang-ngulang kata berkali-kali, memanjangkan kata,  atau berhenti terlalu lama. Penderita gangguan ini kadang-kadang berkeringat,mengedipkan mata, kerutan wajah, dan gerakan kepala pada saat mengucapkan  kata-kata, terlebih pada kata-kata pertama
6. Suara Sumbang atau Kelainan dalam Suara
Volume, tempo, keras linak  suara serta kualitas suara memegang peranan penting dalam berkomunikasi oral.  Gangguan terjadi akibat ada kelainan pada alat-alat ucapnya, seperti: gigi geligi  tidak lengkap, sumbing, pita suara putus satu, celah langit-langit dsb. Contohnya, orang yang mengalami celah langit-langit (clep palate) bicaranya  sengau.
7. Salah pengucapan
Gangguan ini sering muncul dalam dalam empat bentuk,  yaitu: penghilangan penggantian, penyimpangan, serta penambahan bunyi.  Misalnya: sekolah diucapkan sekola, buku diucapkan puku, Bandung diucapkan  mbandung, gelas diucapkan gela
8. Disaudia. Yaitu kesulitan bicara yang disebabkan olehat gangguan  pendengaran
9. Dislogia
Yaitu kesulitan bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas  berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal
10. Disglosia
Kesulitan bicara yang disebabkan oleh kelainan bentuk struktur dari  organ bicara yaitu artikulator, seperti: palatoskisis (celah pada palatum), celah  bibir, maloklusi (salah temu gigi atas dan gigi bawah), anomali (penyimpangan  dar nilai baku, seperti: bentuk lidah yang tebal, tidak tumbuh velum, tali lidah pendek), 
11. Dislalia
Kesulitan bicara yang disebabkan oleh faktor psikososial yang paling  dominan disebabkan oleh faktor lingkungan dan gejala psikologis;
12. Afonia
Kesulitan dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama  sekali. Kesulitan ini disebabkan adanya kelumpuhan pita suara.
13. Gangguan Suara
Suara dihasilkan oleh pita suara yang diawali dengan  keluarnya udara dari paru-paru, kemudian melalui pita suara menyentuh dinding  resonansi, atau menggetarkan pita suara itu sendiri sehingga menimbulkan  getaran udara. Getaran-getaran tersebut yang disebut sebagai getaran suara.  

Sumber : 
  1. http://inbe-olive.blogspot.com/2012/03/kesulitan-belajar-siswa-dan-bimbingan.html
  2. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707121984032-EHAN/KESULITAN_BELAJAR__MATEMATIKA.pdf
  3. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/KESULITAN-BELAJAR_BAHASA.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar