Senin, 03 Juni 2013

Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual. Pembelajaran konstektual merupakan pendekatan belajar yang mendekatkan materi yang dipelajari oleh siswa dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Tujuan dari penerapan dan pendekatan Pembelajaran Kontekstual ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individual, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota bangsa.

Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916,yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP Depdiknas.

Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benar mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu.

Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Dalam hal ini fungsi fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Melalui pendekatan kontekstual ini siswa diharapkan belajar denga cara mengalami sendiri bukan menghapal.

Dari Pendapat para ahli dapat diketahui pegertian pendekatan kontekstual sebagai berikut :
  • Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa
    untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
  • Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Karakteristik Pendekatan Konstektual
Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu (1) melakukan hubungan yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan yang berarti, (3) mengatur cara belajar sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) mengasuh atau memelihara pribadi siswa, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian sebenarnya.

Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik antara lain yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa aktif, guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, serta (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.

Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL memiliki karakteristik sebagai berikut.
  1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam
  2. konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
  3. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
  4. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing).
  5. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group).
  6. Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to knot each other deeply).
  7. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).
  8. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
    Hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sejumlah hasil yang diharapkan dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
    1. Guru yang berwawasan, Maksudnya yaitu guru yang berwawasan dalam penerapan dan pendekatan.
    2. Materi dalam pembelajaran, Dalam hal ini guru harus bisa mencari materi pembelajaran yang dijiwai oleh konteks perlu disusun agar bermakna bagi siswa.
    3. Strategi metode dan teknik belajar dan mengajar, Dalam hal ini adalah bagaimana seorang guru membuat siswa bersemangat belajar, yang lebih konkret, yang menggunakan realitas, lebih actual, nyata/riil, dan sebgainya.
    4. Media pendidikan, Media yang digunakan dapat berupa situasi alamiah, benda nyata, alat peraga, film nyata  yang mana perlu dipilih dan dirancang agar sesuai dan belajar lebih bermakna.
    5. Fasilitas, Media pendukung pembelajaran konstektual seperti peralatan, dan perlengkapan, laboratorium, tempat praktek dan tempat untuk melakukan pelatihan perlu disediakan.
    6. Proses belajar dan mengajar, hal ini ditujukan oleh perilaku guru dan siswa yang bernuansa pembeajaran kontekstual  yang merupakan inti dari pembelajaran kontestual.
    7. Kancah pembelajaran, Hal ini perlu dipilih sesuai dengan hasil yang diingikan.
    8. Penilaian, Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena pada pembelajaran ini menuntut pengukuran prestasi belajar siswa dengan cara-cara yang tepat dan variatif, tidak hanya dengan pencil atau paper test.
    9. Suasana, Suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual sangat berpengaruh karena dapat mendekatkan situasi kehidupan sekolah dengan kehidupan nyata dilingkungan siswa.
    Komponen-komponen utama dalam pembelajaran kontekstual
    Berikut ini adalah uraian mengenai ketujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yang terdapat pada Contextuan Teaching And Leaning (Depdiknas, 2002, h. 10 ) sebagai berikut :

    1) Kontrukstivisme (Constructivism)
    Kontrukstivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual. Maksud konstruktivisme disini adalah pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara mendadak. Dalam hal ini, manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalan nyata. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka 
    melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa menjadi  pusat kegiatan.

    2) Menemukan (Inquiri)
    Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

    3) Bertanya (Questioning)
    Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam proses pembelajaran bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis penemuan (inquiri), yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diteliti dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.

    4) Masyarakat Belajar ( Learning Community)
    Konsep masyarakat belajar ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil pembelajaran diperoleh dari berbagi antar teman, antar kelompok dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar akan memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Oleh karena itu, dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.

    5) Pemodelan (Modeling)
    Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya suatu model untuk dijadikan contoh biasnya akan lebih dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Salah satu contohnya pemodelan dalam pembelajaran misalnya mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu baca, atau dalam membuat skema konsep. Pemodelan ini tidak selalu oleh guru, bisa oleh siswa atau media yang lainnya.

    6) Refleksi (Feflection)
    Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan lagi aktivitas yang telah dilakukan atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk mengevaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti, dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (leaning how to learn) dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh refleksi.

    7) Penilaian yang Sebenarnya (Autentic Assesmen)
    Assesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan secara konperhensif berkenaan dengan seluruh aktifitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan mendapat penghargaan. Penilaian otentik seharusnya dilakukan dari berbagi aspek dan metode sehingga menjadi obyektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai asfek afektif dan tes untuk menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.

    Dari ketujuh komponen tersebut, pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia kehidupan nyata (real word), berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif dan pembentukan mausia yang memiliki akal sehat.

    Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
    Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan Kontekstual:
    1. Dalam Pembelajaran Kontekstual/Contextual Teaching Learning pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
    2. Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).  Pengetahuan baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif. Artinya, pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.
    3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
    4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
    5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
    Di sisi lain, Hernowo (2005:93) menawarkan langkah-langkah praktis menggunakan strategi pebelajaran Kontekstual/Contextual Teaching Learning.
    1. Kaitkan setiap mata pelajaran dengan seorang tokoh yang sukses dalam menerapkan mata pelajaran tersebut.
    2. Kisahkan terlebih dahulu riwayat hidup sang tokoh atau temukan cara-cara sukses yang ditempuh sang tokoh dalam menerapkan ilmu yang dimilikinya.
    3. Rumuskan dan tunjukkan manfaat yang jelas dan spesifik kepada anak didik berkaitan dengan ilmu (mata pelajaran) yang diajarkan kepada mereka.
    4. Upayakan agar ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah dapat memotivasi anak didik untuk mengulang dan mengaitkannya dengan kehidupan keseharian mereka.
    5. Berikan kebebasan kepada setiap anak didik untuk mengkonstruksi ilmu yang diterimanya secara subjektif sehingga anak didik dapat menemukan sendiri cara belajar alamiah yang cocok dengan dirinya.
    6. Galilah kekayaan emosi yang ada pada diri setiap anak didik dan biarkan mereka mengekspresikannya dengan bebas.
    7. Bimbing mereka untuk menggunakan emosi dalam setiap pembelajaran sehingga anak didik penuh arti (tidak sia-sia dalam belajar di sekolah).
    Berdasarkan penjelasan di atas, berarti pendekatan kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Dengan transfer diharapkan: (a) siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari ‘pemberian orang lain’; (b) keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit) sedikit demi sedikit; (c) penting bagi siswa tahu ‘untuk apa’ ia belajar, dan ‘bagaimana’ ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
      Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
      1. Proses belajar
      • Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
      • Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
      • Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
      • Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
      • Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
      • Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
      • Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
      2. Transfer Belajar
      • Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
      • Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
      • Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
      3. Siswa sebagai Pembelajar
      • Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
      • Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
      • Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
      • Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
      4. Pentingnya lingkungan Belajar
      • Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
      • Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
      • Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
      • Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
      Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional Kontekstual
      1. Pendekatan Kontekstual
      • Menyandarkan pada pemahaman makna. 
      • Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa. 
      • Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 
      • Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan. 
      • Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 
      • Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang. 
      • Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok). 
      • Perilaku dibangun atas kesadaran diri. 
      • Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. 
      • Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif. 
      • Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan. 
      • Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik. 
      • Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting. 
      • Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik. 
      2. Pendekatan Tradisional
      • Menyandarkan pada hapalan 
      • Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru. 
      • Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru. 
      • Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan. 
      • Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan. 
      • Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu. 
      • Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual). 
      • Perilaku dibangun atas kebiasaan. 
      • Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. 
      • Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor. 
      • Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman. 
      • Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik. 
      • Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas. 
      • Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan. 
      Penyusunan RPP Berbasis Kontekstual
      Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
      • Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
      • Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
      • Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
      • Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
      • Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
      (dari berbagi sumber)

      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar